Waktu yang Tepat
percikan

eorang anak laki-laki memandang ke arah gunung. Gunung itu tampak menjulang di atasnya. Begitu tinggi, besar dan tak tergoyahkan.

“Tidak bisakah aku mendaki gunung ini?” Ia bertanya pada ayahnya.

“Mengapa engkau mau melakukannya?” balasnya, “Engkau terlalu muda. Kau tak tahu betapa berbahayanya itu.”

Anak itu kecewa.

Tahun-tahun pun berlalu, ia seringkali memandang gunung itu. Merindukan saat di mana ia cukup umur untuk mendaki sendiri. Hal itu merupakan tantangan yang harus dihadapi.

Suatu hari ia bangkit dan mulai berjalan pada lereng bagian bawah. Namun tak berapa lama, ia mendapati bahwa perjalannya terlalu berat, Dan ia harus kembali ke rumah dengan perasaan kalah. Impiannya tetap belum terpenuhi.

“Mengapa kau tampak begitu patah semangat?” tanya ayahnya.

“Aku telah berusaha mendaki gunung itu,” jawab si anak. “Tetapi tidak sampai jauh.”

Sang ayah merangkul anaknya. “Bukankah aku pernah berkata bahwa gunung yang setinggi itu berbahaya dan sulit didaki? Pekerjaan itu terlalu berat untuk anak seusiamu.”

”Tetapi aku ingin mendaki gunung itu,” si anak bersikeras

“Ya, boleh saja,” kata ayahnya, “tapi belum saatnya. Apabila waktunya tepat, aku akan membimbingmu, dan kau akan mendaki gunung itu bersamaku. Tunggulah sampai saatnya tepat, Nak.”